Studi Tentang Perubahan Orientasi Jamaah Pengajian Menjadi Radikal Di Kota Bima Nusa Tenggara Barat
DOI:
https://doi.org/10.59050/jian.v21i2.263Keywords:
: Radikalisasi; Faktor Sosial-Ekonomi; Perubahan OrientasiAbstract
Perubahan orientasi jamaah pengajian di Kota Bima menuju paham radikal terjadi melalui berbagai tahapan yang dimulai dari interaksi intensif dengan kelompok yang sudah lebih dahulu terpapar radikalisme. Faktor-faktor yang melatarbelakangi perubahan ini meliputi aspek ideologis, sosial-ekonomi, politik, dan kekecewaan terhadap sistem yang ada. Hasil penelitian menunjukkan bahwa radikalisasi sering kali bermula dari diskusi keagamaan yang tampak biasa, namun secara perlahan mengarah pada pemahaman yang lebih eksklusif dan intoleran. Media sosial turut berperan dalam mempercepat penyebaran paham ini dengan menyajikan narasi yang menarik bagi kelompok rentan. Oleh karena itu, penelitian ini menekankan pentingnya kesadaran masyarakat dalam mengenali tanda-tanda awal perubahan pemikiran yang mengarah pada radikalisme. Pemerintah dan pemangku kepentingan harus berperan aktif dalam menangani radikalisme dengan pendekatan yang komprehensif, mulai dari pendidikan, pemberdayaan ekonomi, hingga kebijakan yang adil dan inklusif. Dengan strategi yang tepat, diharapkan masyarakat dapat lebih tangguh dalam menghadapi pengaruh radikalisme dan mampu membangun kehidupan sosial yang harmonis serta toleran di Kota Bima.
References
Ormas-oramas Islam besar Mainstream aatau arusutama masyarakat Indonesia seperti Nahdatul Ulama (NU), Muhammadiyah dan Persatuan Islam (Persis), sudah ada sebelumnya dan tetap eksis selama Orde Baru dengan kebijakan asas tunggal Pancasila pada tahun 1985.
Ahmad Suhelmi, (pengantar) dalam Al Chaidar, Pemikiran Proklamator Negara Islam Indonesia SM Kartosoewirjo. PT. Darul Falah, 1999, hlm. xxiii
As Hornby, Oxford Advanve Learner Dictionary of Current English (Walton: Oxford University Press, 1989), 1032.
Ahmad Syafi‟i Mufid, “Peta Gerakan Radikalisme di Indonesia” (Membangun Kesadaran dan Strategi MenghadapiRadikalisasi Agama, Palu, Mei 2012), 3.
Karwadi Karwadi, “Deradikalisasi Pemahaman Ajaran Islam,” Al-Tahrir: Jurnal Pemikiran Islam 14, no. 1
Dalam kamus bahasa: Lisaanul Arab, Mukhtaraarush Shihaah dan al-Qaamuusul Muhiith: (bab: Jama'a).
Dikutip dari http://pustakaimamsyafii.com/definisi-ahlus-sunnah-wal-jamaah.html yang diakses pada tanggal 15 Juni 2019 jam 16.12 Waktu Indonesia Tengah
Dalam Al-Qur’an Surat Ali Imran, ayat 103 dan 105
Dalam (Shahih Sunan Abi Dawud oleh Imam al-Albani). (HR. Abu Dawud no. 4597, Ahmat (IV/102),
al-Hakim (I/128), ad-Darimi (II/241). Dishahihkan oleh al-Hakim dan disepakati oleh Imam adz- Dzahabi dari Mu'awiyah bin Abi Sufyan. Dishahihkan pula oleh Syaikh al-Albani. Lihat Silsilatul Ahadadiitsish Shahiihah no. 203.204).(1 Mei 2014): 142, doi:10.21154/al-tahrir.v14i1.71.
Azyumardi Azra, Pergolakan Politik Islam dari Fundamentalisme, Modernisme, Hingga Post- Modernisme (Jakarta: Paramadina, 1996), hal. 113.
Mukhibat, “Re-Edukasi dan Re-Motivasi terhadap Mukhibat, “Re-Edukasi dan Re-Motivasi terhadap Pelaku Radikalisme dan Terorisme,” hal. 23.
Azyumardi Azra, “Agama dan Otentisitas Islam,” Republika, Oktober 2002. Fenomena radikalisme agama tidak hanya milik Islam, akan tetapi miliki semua agama. Dalam bukunya “Kontek Berteologi di Indonesia Pengalaman Islam”, pada halaman 136-138 Azra mengungkap bahwa kesamaan ideology yang diusung oleh kelompok-kelompok radikal seperti memiliki pemahaman yang rigit dan kaku terhadap doktrin-doktrin keagamaan dan anti penggunaan ilmu pengetahuan modern terhadap kitab suci dalam rangka mengkontektualkan ajaran agama dengan perkembangan modern. Kontektualisasi ajaran agama pada prinsipnya dalam rangka penyelerasan ajaran agama dimaksud dengan dinamika modern sehingga agama tersebut tidak ditinggalkan oleh pemangkunya.
John L. Esposito, (Terj.), Islam warna-warni: Ragam Ekspresi Menuju “Jalan Lurus” (al shirat- al Mutstaqim). Jakarta, Paramadina, 2004, hlm. 95-97
Dikutip dari HR Ahmad, dalam Musnadnya, dan dishahihkan oleh Imam al-Albani dalam kitab Sunnah karya Ibnu Abi „Ashim). (HR. At-Tirmidzi no. 2165, Ahmad (I/18), lafazh ini milik at-Tirmidzi. Dishahihkan oleh Syaikh al-Albani dalam kitab as-Sunnah karya Ibnu Abi „Ashim dan bersamanya kitab Zhilaalul Jannah fi Takhrij as-Sunnah no. 88).
Diriwayatkan oleh al-Lalika-i dalam kitabnya, Syarah Ushul I'tiqaad Ahlis Sunnah walJama'ah). (Syarah Ushuulil I'tiqaad karya al-Lalika-i no. 160 dan al-Baa'its „alaa Inkaaril Bida' wal Hawaadits hal. 91-92, tahqiq oleh Syaikh Masyhur bin Hasan Salman).
Mahir Manshur Abdurraziq, Mukjizat Shalat Berjama‟ah, terj. Abdul Majid Alimin, (Yogyakarta: Mitra Pustaka, 2007), hlm. 66.
Said bin Ali bin Wahf Al-Qahthani, Lebih Berkah Dengan Sholat Berjamaah, terj. Muhammad bin Ibrahim, (Solo: Qaula, 2008), hlm. 19.
As Hornby, Oxford Advanve Learner Dictionary of Current English (Walton: Oxford University Press, 1989), 1032.
Ahmad Syafi‟i Mufid, “Peta Gerakan Radikalisme di Indonesia” (Membangun Kesadaran dan Strategi MenghadapiRadikalisasi Agama, Palu, Mei 2012), 3.
Karwadi Karwadi, “Deradikalisasi Pemahaman Ajaran Islam,” Al-Tahrir: Jurnal Pemikiran Islam 14, no. 1